Abstract | Dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012, pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Melalui Pasal 2 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012, diberikan jaminan kepastian hukum tersedianya tanah untuk pembangunan serta jaminan kepada pihak yang berhak untuk mendapatkan ganti kerugian yang layak. Pelaksanaan dari pengadaan tanah berpedoman pada asas-asas dan prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, termasuk dalam pemberian ganti rugi. Meskipun begitu, dalam praktek pelaksanaannya kerap kali terdapat permasalahan. Permasalahan yang akan diteliti mengenai wewenang Penilai Pertanahan dalam menaksir nilai ganti rugi obyek pengadaan tanah dan pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan permohonan penetapan ganti kerugian bidang tanah dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 474 K/Pdt/2019. Metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian preskriptif analisis, metode pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan, metode analisis menggunakan metode normatif kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hakim Mahkamah Agung mengesahkan nominal ganti rugi sebesar Rp. 4.425.800.000 yang ditaksir oleh KJPP Amin Nirwan Alfiantori & Rekan yang kemudian dijadikan pertimbangan musyawarah penetapan nominal ganti rugi oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Cilacap sebagai ketua pelaksana pengadaan tanah serta membatalkan putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor 52/Pdt.G/2018.PN Clp. Hakim Mahkamah Agung dalam hal ini berpendapat bahwa terdapat kesalahan judex facti dalam menerapkan hukum berupa perhitungan mesin produksi sebagai objek ganti rugi pengadaan tanah yang dihitung sendiri, serta dijadikannya penilaian dari Penilai Publik PT Nilai Konsulesia yang tidak memiliki kewenangan dalam kasus ini sebagai pertimbangan perhitungan nilai objek ganti rugi.Kata Kunci: Pengadaan Tanah, Ganti Rugi, Panitia Penaksir |