Abstract | Penelitian bertujuan ingin mengetahui kondisi yang mendukung munculnya konflik antardesa di wilayah tersebut. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dengan teknik analisis model interaktif. Informan ditentukan melalui teknik purposive sampling. Data yang digunakan berupa data primer yang diperoleh melalui indepth interview, focused group discussion, serta observasi dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi pendukung munculnya konflik antardesa di Kecamatan Kedungbanteng sangat terkait dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah tersebut, yang ditandai dengan rendahnya tingkat pendidikan penduduk dan banyaknya penduduk usia produktif yang menganggur, terutama di Kelurahan Beji. Penelitian ini juga mengungkap bahwa di antara kedua desa memiliki pandangan negatif terhadap pihak lain. Masyarakat Kelurahan Beji melihat bahwa orang Karangnangka memiliki karakter sok priyayi, sombong, individualistis, dan suka memanfaatkan kedekatan mereka dengan orangorang yang memiliki kekuasaan. Walaupun jumlah penduduk yang menjadi pegawai jumlahnya tidak jauh berbeda dibanding Desa Beji, namun mereka itu kebanyakan keturunan orang-orang yang memiliki âÃÂÃÂpengaruhâÃÂàdi desa tersebut. Sebaliknya, masyarakat Karangnangka melihat orang-orang Beji sebagai orang yang kasar, reseh, sekarepe dhewek. Menurut âÃÂÃÂsejarah,âÃÂàdahulu di Beji ada sebuah Perguruan Silat âÃÂÃÂAsma,âÃÂàsehingga di masa lalu orang-orang Beji sangat ditakuti oleh masyarakat Kedungbanteng dan sekitarnya. Meski masa itu telah lama berlalu, namun tampaknya sisa-sisa âÃÂÃÂkejawaraanâÃÂàmereka masih ada. Di antara berbagai faktor pendukung tersebut, tampaknya perebutan sumber air merupakan faktor yang utama. Masyarakat Beji yang banyak memiliki kolam ikan sebagai sumber hidup mereka, sering berebut air - terutama pada musim kemarau dengan masyarakat Karangnangka, yang kebetulan letaknya di atas. |