Abstract | Language is one of the cultural elements that shows self-identity in certain communities. Multilingualism in non-indigenous community in Purwokerto needs to be analyzed to see how natives and sojourners negotiate meanings and deliver messages in their daily multilingual interactions. The negotiation of meanings and delivery of messages become prominent points since multilingualism may lead into meaning shifting, identity changing, and or cultural conflicts between interlocutors. This study employs a descriptive qualitative approach to explain multilingual phenomena in Purwokerto academic community. The data were taken from direct and indirect interactions, such as scientific forums, scientific discussions, faculty meetings, scientific presentations, and social media. The findings and discussions show that the most frequent reasons for multilinguals to code-switch and code-mix is for talking about a particular topic (55.06%) and being empathetic about something (34.17%).Bahasa merupakan salah satu anasir kebudayaan sekaligus dapat menunjukkan identitas diri pada komunitas tertentu. Penerimaan multibahasa pada masyarakat non-native Purwokerto perlu dianalisis untuk melihat keberterimaan bahasa dan ketersampaiannya. Konsep multibahasa yang diterima interlocutors dapat mengalami pergeseran makna, perubahan identitas, maupun perselisihan budaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan menjelaskan fenomena kebahasaan yang ada pada komunikasi akademik di Purwokerto. Transkrip data meliputi komunikasi yang terbentuk atas pola interaksi langsung dan tidak langsung yang meliputi pertemuan ilmiah dalam diskusi ilmiah, forum rapat, paparan materi maupun komunikasi akademik pada media sosial. Sebagian besar alasan yang mendasari penggunaan multibahasa adalah talking about particular topic (55.06%) dan empatic about something (34.17%). Selain itu, bentuk-bentuk penerimaan konsep multibahasa direfleksikan melalui campur kode dan alih kode melalui interaksi langsung maupun tidak langsung. |